Senin, 10 Juni 2013

Lompatan Teknologi Menulis




Teknologi mesin tik sudah ditinggalkan, Lompatan menurut maknanya mencapai suatu keadaan yang semula berada di titik rendah mencapai ke sebuah titik yang lebih tinggi. Dalam kata itu terkandung pengertian ada sebuah upaya menjangkau titik tersebut, baik upaya yang disengaja maupun tidak. Tetapi dalam peradaban tentu tidak sesederhana dalam pengertian orang melakukan loncat galah.



Cermati pengalaman pribadi saya sebagai seorang jurnalis. Akhir tahun 1983, ketika mulai berprofesi sebagai wartawan di HU Kompas yang ditempatkan di Kota Serang, mesin tik adalah alat untuk menyusun berita. Setelah rampung, saya pergi ke Kantor Telkom dan menyerahkan naskah berita itu ke pegawai Telkom untuk disalin dan dikirim ke Redaksi dengan menggunakan telex. Untuk pembayarannya, saya menyerahkan kartu langganan berwarna biru yang diberi dari Kompas. Pengiriman cara ini dilakukan jika berita yang didapat dikatagorikan sebagai berita yang harus segera diterbitkan. Sedangkan berita atau features yang bersifat tidak tergantung pada waktu, pengiriman berita melalui kantor dengan waktu 2-3 hari sampai di redaksi.

Suatu saat, saya dipanggil ke kantor redaksi. Selama lebih 3 bulan bertugas di Jakarta. Kompas memang memiliki kebiasaan untuk menarik wartawan-wartawan daerah ke kantor pusatnya sebagai bagian dari upgrade kemampuan sumber daya manusia (SDM). Dan, di kantor redaksi Kompas menggunakan teknologi mesin tik dalam menyusun naskah-naskah berita. Dulu, kantor redaksi Kompas berada di sayap sebelah kiri di Jalan Palmerah Selatan, Jakarta. Dalam kantor itu terdapat 1,5 lantai. Kenapa saya sebut 1,5  lantai, karena ada lantai kedua yang hanya mengelilingi bagian pinggirnya. Sedangkan bagian tengah terbuka. Kalau tidak salah, lantai itu masih terbuat dari kayu. Dan yang menarik, mesin tik bertebaran di setiap meja. Jika tidak sedang digunakan, posisi mesin tik yang rata-rata merek Olympia itu dalam keadaan dijungkirbalikan. Menjelang deadline, maka suara riuh mesin tik terdengar berirama secara khas. Tak tak tak. Drig drig drig. Tak tak tak. Drig drig.  Suara tak tak merupakan bunyi khas ketika tuts ditekan dan batang besi yang diujungnya terdapat cetakan huruf menyentuh lapisan kertas. Sedangkan drig drig merupakan bunyi khas ketika tombol spasi atau huruf besar ditekan. bunyi itu sangat indah terdengar.

Komputer desktop generasi yang sudah tertinggal
Sejak upgrading SDM itu, rupanya saya tidak kembali bertugas di Kota Serang. Saya mulai bertugas di desk metropolitan. Dan pada periode itu, kantor mulai mengenalkan komputer jenis desktop. Tetapi para petinggi Kompas tidak langsung mengganti mesin tik dengan komputer desktop. Ada periode pengenalan. Di meja tertentu ditaruh komputer jenis XT 386. Layarnya dari tabung kaca. Layar kaca hanya menampilkan dua warna, yaitu hitam dan tulisannya berwarna hijau. Cara menyalakannya (booting) dengan menggunkan diket besar ukuran 5 inch dan tipis melalu drive. Dalam hardisk komputer itu terdapt program DOS, wordstar dan mainan packman, snake, chess (catur) serta satu lagi mainan yang saya sudah lupa namanya tapi sangat disukai.

Terkadang saya ingin tertawa jika mengingat periode pengenalan komputer desktop itu. Begitu khawatirnya orang menyentuh alat tersebut, seolah sebuah kotak ajaib. Kebetulan sikap saya berbeda. Saya segera bertanya pada Mas Bambang Hariadi (BH), bagaimana mengoperasikan alat ini?. Saya langsung nongkrong dan berusaha keras untuk belajar agar bisa mengoperasikannya, paling tidak untuk menulis berita dengan menggunakan aplikasi wordstar rilis 5 dan 6. Namun wartawan yang lainnya, terutama yang usianya di atas 40 tahunan terkesan ogah-ogahan. Komputer desktop itu rupanya tidak pernah digunakan untuk menulis berita, tetapi hanya untuk memainkan game. Dari permainan itu, para wartawan senior mengenal dan mempelajari tombol-tombol yang ada di keyboard, berikut fungsi-fungsinya. Akhrinya saya menyimpulkan, inilah tujuan petinggi Kompas meletakan desktop komputer di sejumlah meja. Tidak masalah, komputer itu rusak akibat tombol dan mouse digebrak-gebrak karena orang yang memainkan game itu kesal mengalami kekalahan.
Kondisi pengenalan itu berlangsung 1-2 tahun. Setelah itu, mesin tik mulai disingkirkan dari meja-meja redaksi. Hanya wartawan yang  sepuh yang tetap bertahan menggunakan mesin tik untuk menulis naskah. Ketika ditanya apa alasannya? Rata-rata jawabannya seperti ini. Menulis di komputer tidak merasa nyaman, karena sudah terbiasa mendengarkan suara tak tak dan drig drig saat menyentuh tombol-tombol huruf. Di komputer suara itu tidak ada. Tak ada suara itu, seakan spirit menulis tidak muncul.

Dari komputer XT 386, muncul komputer 486. Saya sendiri ketika ditugaskan ke luar kota, dilengkapi dengan komputer Laptop merek Toshiba T100. Layar hanya menampilkan 3 warna, yaitu hitam, hijau dan putih. Laptop berwarta putih itu dilengkapi denga aplikasi wordstar dan xtalk. Program wordstar untuk menulis naskah dan xtalk untuk mengirimkan berita melalui telepon. Dengan komputer jinjing itu, saya bisa mengirimkan berita kapan saja ke redaksi dengan syarat ada sambungan telepon. Fungsinya mirip dengan pesawat telex.
Sejak saat itu, dalam kehidupan saya, betapa revolusi teknologi telah mengubah peradaban sedemikian rupa dan sangat mempengaruhi profesi sebagai seorang jurnalis. Saat ini — meski saya telah mengundurkan diri dari HU Kompas — saya tidak memerlukan mesin tik, program xtalk, kertas, tip x untuk menghapus kesalahan menulis dan menerbitkan berita-berita yang saya peroleh.

Smartphone memungkin untuk menulis dan mengirimkan naskah via email dimanapun berada.
Pesawat telepon genggam yang semula dirasakan mewah dan harganya sangat mahal, kini bisa dibeli mulai dari ratusan ribu rupiah hingga jutaan rupiah. Dalam pesawat itu terdapat teknologi yang menghubungkan ke internet. Saya bisa menullis berita di pesawat telepon genggan yang dikenal sebagai telepon cerdas (smartphone) dan mengirimkannya melalui email. Tidak perduli saya berlokasi dimana pun, asalkan ada sinyal untuk terhubung ke internet.

Lompatan teknologi ini mengubah peradaban dengan cepat, terutama mengubah pola kerja jurnalis mulai membuat naskah, membuat foto yang praktis dan mengirimkannya ke redaksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar